Belajar Fiqh – Zakat Pencarian & Profesi (P&P)

“Wahai orang-orang yang beriman, keluarkanlah sebagian hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untukmu. Janganlah kamu memilih yang buruk untuk kamu keluarkan, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata (enggan) terhadapnya. Dan ketahuilah bahwa Allah Maha Kaya Maha Terpuji.” (Q.S 2: 267)

Beberapa waktu lalu teman-teman kantor bertanya tanya soal rukun Islam yang keempat ini. Saya senang ternyata mereka sempet mikir kesitu, biar dari luar kelihatannya hedon, cuek sama masalah agama. Yak akhirnya! ini dia yang saya tunggu-tunggu… berdakwah di “dunia nyata”, dakwah profesi, dakwah yang sesungguhnya, bukan lagi “dakwah-dakwahan” di kampus yang objeknya homogen. Menghadapi objek dakwah di dunia profesional ternyata menyenangkan.. sangat menantang! kita harus siap mengeluarkan seluruh kecerdasan naqli dan aqli, dan di saat itulah, seluruh buku dan ebook tentang fiqh, tentang syariat, semua koleksi yang kita miliki, semuanya terasa sangaaaat sangat berguna..

Dan pada kesempata kali ini, zakat profesi -sesuatu yang lagi jadi trending topik obrolan kami di kantor, dan emang penting banget buat yang udah kerja dan udah punya penghasilan- mau saya share juga disini. Soal sumbernya, saya ambil dari fiqh zakatnya Yusuf Qardhawi yang terkenal sangat “mengerti” kondisi kekinian. Sila disimak. 🙂

Zakat harta pencarian dan profesi (P&P) memang tidak ditemukan contohnya dalam hadits, namun dengan menggunakan kaidah ushul fikih dapatlah harta P&P digolongkan kepada “harta penghasilan”, yaitu kekayaan yang diperoleh seseorang Muslim melalui bentuk usaha baru yang sesuai dengan syariat agama. Harta penghasilan itu sendiri dapat dibedakan menjadi :

(1)  Penghasilan yang berkembang dari kekayaan lain, misalnya uang hasil menjual poduksi pertanian yang sudah dikeluarkan zakatnya 10% atau 5% yang tentunya uang hasil penjualan tersebut tidak perlu dizakatkan pada tahun yang sama karena kekayaan asalnya (produksi pertanian tsb) sudah dizakatkan.  Ini untuk mencegah terjadinya apa yang disebut double zakat.

(2) Penghasilan yang berasal karena penyebab bebas, seperti gaji, upah, honor, investasi modal dll  (Insya Allah, pembahasan kita akan berkisar pada jenis harta penghasilan yang kedua ini).  Karena harta yang diterima ini belum pernah sekalipun dizakatkan, dan mungkin tidak akan pernah sama sekali bila harus menunggu setahun dulu.

Perbedaan yang menyolok dalam pandangan fikih tentang harta penghasilan ini, terutama berkaitan dengan adanya konsep “berlaku setahun” yang dianggap sebagai salah satu syarat dari harta yang wajib zakat.

Sebagian pendapat mengungkapkan syarat ini berlaku untuk semua jenis harta, tapi sebagian lainnya mengungkapkan syarat ini tidak berlaku untuk seluruh jenis harta, terutama tidak berlaku untuk jenis harta penghasilan. Selama diberlakukan juga ketentuan berlaku setahun itu untuk jenis harta penghasilan, maka akan sulit untuk melaksanakan kewajiban zakat untuk harta penghasilan ini. Kelompok terakhir ini berpendapat, bahwa zakat penghasilan ini wajib dikeluarkan zakatnya langsung ketika diterima tanpa menunggu waktu satu tahun. Diantara kelompok terakhir ini adalah: Ibnu Abbas, Ibnu Mas’ud, Muawiyyah, dll, juga Umar bin Abdul Aziz.

Pendapat mana yang lebih kuat tentang kedudukan zakat P&P ini?

Yusuf Al-Qaradhawy menelaah kembali hadits-hadits tentang ketentuan setahun ini dimana dijumpai ketentuan tersebut ditetapkan berdasar empat hadits dari empat shahabat, yaitu: Ali, Ibnu Umar, Anas dan Aisyah ra. Diantaranya berbunyi sbb:

Hadits dari Ali ra. dari Nabi SAW: “Bila engkau mempunyai 200 dirham dan sudah mencapai waktu setahun, maka zakatnya adalah 5 dirham, …… ”

Hadits dari Aisyah ra, Rasulullah pernah bersabda : “Tidak ada zakat pada suatu harta sampai lewat setahun”.

Tetapi ternyata hadits-hadits itu mempunyai kelemahan-kelemahan dalam sanadnya sehingga tidak bisa untuk dijadikan landasan hukum yang kuat (hadits shahih), apalagi untuk dikenakan pada jenis “harta penghasilan” karena akan bentrok dengan apa yang pernah dilakukan oleh beberapa shahabat. Adanya perbedaan pendapat di kalangan para shahabat tentang persyaratan setahun untuk zakat penghasilan juga mendukung ketidak shahihan hadits-hadits tsb.

Bila benar hadits-hadits tersebut berasal dari Nabi SAW, maka tentulah pengertian yang dapat diterima adalah: “harta benda yang sudah dikeluarkan zakatnya tidak wajib lagi zakat sampai setahun berikutnya”. Zakat adalah tahunan.

Beberapa riwayat sahabat seperti Ibnu Mas’ud, menceritakan bagaimana harta penghasilan langsung dikeluarkan zakatnya ketika diterima tanpa menunggu setahun. Sehingga menjadi semakin jelas bahwa masa setahun tidak merupakan syarat, tetapi hanya merupakan tempo antara dua pengeluaran zakat. Setelah mengadakan studi perbandingan dan penelitian yang mendalam terhadap nash-nash yang berhubungan dengan status zakat untuk bermacam-macam jenis kekayaan, juga dengan memperhatikan hikmah dan maksud PEMBUAT SYARIAT yang telah mewajibkan zakat, dan diperhatikan pula kebutuhan Islam dan ummat Islam pada masa sekarang ini, maka Yusuf Al-Qaradhawy berpendapat bahwa harta hasil usaha seperti: gaji pegawai, upah karyawan, pendapatan dokter, insinyur, advokat, penjahit, seniman, dllnya wajib terkena zakat dan dikeluarkan zakatnya pada waktu diterima.

NISAB DAN BESARNYA ZAKAT PENCARIAN DAN PROFESI

Setelah menetapkan harta penghasilan dari pencarian dan profesi adalah wajib zakat, yusuf Al-Qaradhawy menjelaskan pula berapa besar nisab buat jenis harta ini, yaitu 85 GRAM EMAS seperti hal besarnya nisab uang. Demikian pula dengan besarnya zakat adalah seperempatpuluh (2.5%) sesuai dengan keumuman nash yang mewajibkan zakat uang sebesar itu.

Persoalannya adalah, orang-orang yang memiliki profesi itu menerima pendapatan mereka tidak teratur, bisa setiap hari seperti dokter, atau pada saat-saat tertentu seperti seorang advokat, kontraktor dan penjahit, atau secara regular mingguan atau bulanan seperti kebanyakan para pegawai.

Bila nisab di atas ditetapkan untuk setiap kali upah, gaji yang diterima, berarti kita akan membebaskan kebanyakan golongan profesi yang menerima gaji beberapa kali pembayaran dan jarang sekali cukup nisab dari kewajiban zakat. Sedangkan bila seluruh gaji itu dalam satu waktu tertentu itu dikumpulkan akan cukup senisab bahkan akan mencapai beberapa nisab.

Adapun waktu penyatuan dari penghasilan itu yang dimungkinkan dan dibenarkan oleh syariat itu adalah satu tahun. Dimana zakat dibayarkan setahun sekali. Fakta juga menunjukkan  bahwa pemerintah mengatur gaji pegawainya berdasarkan ukuran tahun, meskipun dibayarkan per bulan karena kebutuhan pegawai yang mendesak.

Jangan lupa bahwa yang diukur nisabnya adalah penghasilan bersih, yaitu penghasilan yang telah dikurangi dengan kebutuhan biaya hidup terendah atau kebutuhan pokok seseorang berikut tanggungannya, dan juga setelah dikurangi untuk pembayaran hutang (ini hutang bukan karena kredit barang mewah lho, tapi karena untuk memenuhi kebutuhan pokok/primer seperti halnya bayar kredit rumah BTN, hutang nunggak bayaran sekolah anak, dll).

Bila penghasilan bersih itu dikumpulkan dalam setahun atau kurang dalam setahun dan telah mencapai nisab, maka wajib zakat dikeluarkan 2.5% nya. Bila seseorang telah mengeluarkan zakatnya langsung ketika menerima penghasilan tsb (karena yakin dalam waktu setahun penghasilan bersihnya akan lebih dari senisab), maka tidak wajib lagi bagi dia mengeluarkannya di akhir tahun (karena akan berakibat double zakat).  Selanjutnya orang tsb harus membayar zakat dari penghasilan tsb pada tahun kedua dalam bentuk kekayaan yang berbeda-beda.

Berikut ini cara simple untuk kalkulasi yang bisa digunakan:

Penerimaan kotor selama setahun: A
Kebutuhan pokok setahun: B
Hutang-hutang yang dibayar dalam setahun: C
Penghasilan bersih setahun: A-(B+C) = D
Bila D > atau = dengan nilai 85 gram mas, maka wajib zakat yaitu 2.5% X D.
Bila D < nilai 85 gram emas, maka tidak wajib zakat.

Jadi bila kita yakin bahwa perkiraan besarnya D yang kita miliki dalam setahun adalah lebih besar dari 85 gram emas, maka kita tidak perlu lagi ragu-ragu mengeluarkan zakat langsung ketika diterima. Misalnya dari gaji bulanan diambil 2.5 % dari D/12 (karena perbulan).

Bila disamping gaji bulanan kita memperoleh tambahan penghasilan lain dari profesi kita, misalnya, saya kerja sebagai karyawan tetap di Gulaku, tapi disamping itu saya juga ngajar privat. Misalkan memperoleh sebesar E dari hasil ngajar dalam setahun, maka zakatnya adalah 2.5 % x (D+E), karena seluruh kebutuhan B dan C sudah tercover sebelumnya yang menghasilkan D.

Begitulah sekilas ilmu tentang zakat pencarian dan profesi. Semoga bisa bermanfaat buat yang udah punya penghasilan. Mari kita laksanakan rukun Islam yang keempat ini, jangan ditahan, karna ada hak orang lain di dalam harta kita. Semoga kita termasuk kedalam golongan orang-orang yang selalu bersyukur atas segala nikmat harta yang Dia berikan. 🙂